GRESIK, Jurnalisindependen.co.id – Praktik kotor penyalahgunaan pupuk bersubsidi terungkap di Desa Munggugianti, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik. Berdasarkan penelusuran di lapangan, ditemukan dugaan kuat adanya pemalsuan data dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) untuk memperoleh pupuk subsidi secara ilegal.
Data dihimpun dari keterangan sejumlah petani setempat yang mengaku tidak pernah menerima pupuk subsidi meski nama mereka tercatat sebagai penerima dalam e-RDKK. Bahkan, beberapa di antaranya mengklaim bahwa tanda tangan mereka dalam dokumen tersebut dipalsukan.
Permintaan petani untuk memperoleh salinan data penerima pupuk subsidi dari pihak Gapoktan tidak digubris. Sikap tertutup ini memperkuat dugaan adanya manipulasi administratif yang dilakukan secara sistematis.
Berdasarkan hasil investigasi, pupuk subsidi jenis urea yang seharusnya dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 2.250 per kilogram, ditemukan dijual di lapangan dengan harga Rp 2.800 hingga Rp 4.000 per kilogram. Sementara itu, harga pupuk nonsubsidi mencapai Rp 12.000/kg, sehingga selisih tersebut membuka celah keuntungan besar bagi pelaku.
Salah satu kios pupuk yang disebut dalam laporan warga adalah (H.JK) Kios Pupuk Tani Jaya yang berada di Dusun Ngablak, Desa Kedungrukem, Benjeng. Kios ini diduga menerima dan menyalurkan pupuk subsidi kepada pihak-pihak yang tidak tercantum dalam e-RDKK.
Kasus ini telah dilaporkan oleh warga ke Polsek Benjeng pada Mei 2024. Namun beberapa bulan kemudian, penanganan dilimpahkan ke Polres Gresik. Hingga berita ini diturunkan, belum ada perkembangan berarti dari aparat kepolisian. Tidak ada keterangan resmi terkait pemeriksaan saksi, penyitaan dokumen, maupun penetapan tersangka.
Kondisi ini memicu kekecewaan dari kalangan petani yang merasa dirugikan secara langsung. Mereka mendesak Satgas Pangan Polri dan Kementerian Pertanian untuk turun langsung ke lokasi guna mengaudit ulang e-RDKK dan distribusi pupuk di wilayah tersebut.
Dengan asumsi distribusi fiktif mencapai puluhan ton pupuk dan selisih harga jual mencapai Rp 1.000–Rp 1.750/kg, kerugian negara akibat praktik ini diperkirakan tembus ratusan juta rupiah. Belum termasuk kerugian ekonomi petani akibat gagal tanam dan ketergantungan pada pupuk nonsubsidi yang lebih mahal.
Redaksi jurnalis Independen masih melakukan pendalaman terhadap sejumlah nama, termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam proses validasi e-RDKK dan distribusi pupuk subsidi di Kecamatan Benjeng. (WDD)